Ciamis – Untuk menghormati dan mengenang jasa para leluhur Galuh yang berperan dalam pembentukan sejarah di Kabupaten Ciamis, Bupati beserta jajarannya gelar ziarah ke beberapa makam leluhur galuh.

Ziarah itu dilakukan dalam rangka menyambut peringatan Hari Jadi ke-381 Kabupaten Ciamis. Salah satu makam yang diziarahi Bupati Ciamis adalah makam Raden Adipati Arya (RAA) Kusumadiningrat di Situs Jambansari, Kamis (8/6/2023).

Situs jambansari terletak sekitar 300 meter dari Setda Kabupaten Ciamis. Dan tempat ini juga sering dikunjungi orang-orang dari berbagai daerah, dengan tujuan untuk berziarah. Pasalnya di Jambansari Merupakan tonggak sejarah dan tempat dimakamkannya RAA Kusumadiningrat.

Siapakah sosok RAA Kusumadiningrat? Dia adalah Bupati Galuh Ciamis yang mulai berkuasa pada tahun 1839-1886. Dan dia keturunan Prabu Haur Kuning, Raja dari Kerajaan Galuh Pangauban sebagai kelanjutan Kerajaan Galuh yang berpusat di Kawali.

Setelah resmi menjabat sebagai bupati Galuh Ciamis, RAA Kusumadiningrat tinggal di rumah panggung kokoh terbuat dari kayu jati berukir yang disebut Keraton Selagangga. Dibawah kepemimpinannya, Galuh Ciamis muncul sebagai kabupaten yang makmur.

RAA Kusumadiningrat berhasil membangun gedung-gedung di pusat kota, dan juga berhasil menghilangkan Tanam Paksa di Ciamis. Selanjutnya di bidang pendidikan, dia mendirikan Sekolah Sunda yang terletak di Ciamis dan Kawali.

Kemudian pada tahun 1874, RAA Kusumadiningrat memperoleh tanda kehormatan dari pemerintah Hindia Belanda berupa songsong kuning (payung kebesaran berwarna kuning emas).

Pada tahun 1878 dia juga dianugerahi Rider Orde van de Nederlandsche Leeuw dari Ratu Belanda. Dan dia wafat pada tahun 1886 dimakamkan di Gunung Sirnayasa, Jambansari.

*Situs Jambansari Tempat Para Leluhur*

Dulu Situs Jambansaari itu adalah Kabuyutan (Tempat Leluhur) dan berupa bukit kecil yang dikelilingi danau, bukit itu bernama Gunung Sirnayasa.

Di atas bukit terdapat semacam tempat pemujaan yang ditandai adanya batu Menhir, dengan bentuknya yang khas setinggi 70 cm dan Batu Dolmen (Batu Datar Bulat) serta Lumpang (Tempat Air dari Batu).

Gunung Sirnarasa dikelilingi mata air sehingga berbentuk Danau, kemudian RAA Koesoemadiningrat memanfaatkan air tersebut untuk keperluan pengobatan khususnya untuk kegiatan sebelum sunatan Anak-anak.

Setelah itu dia membuat 7 pancuran untuk Anak-anak yang mau mandi sebelum disunat. Dari situlah timbul nama Jambansari, dan nama itu diabadikan sampai sekarang oleh masyarakat Kabupaten Ciamis.

Selesai dibangun, kemudian RAA Koesoemadiningrat berdakwah Agama Islam dan didampingi ulama dari Cirebon. Dia juga mengadakan tatap muka bersama masyarakat dengan kegiatan menyampaikan pengetahuan umum.

Hasil dari dakwah itu, dia mengumpulkan benda-benda pemujaan di sekitar Galuh, kemudian disatukan dengan benda yang ada di bukit Gunung Sirnayasa. Benda-benda itu berupa Arca Hindu dan Arca Polinesia berjumlah 22 buah.

Seperti yang diungkapkan Pemegang Yayasan Kusumadiningrat, Rd Hanif Radinal, kalau area Jambansari luasnya 3,8 Hektar, kemudian yang dibangun tempat wisata sejarah, budaya dan religi seluas 1,2 hektar termasuk area keraton Selagangga.

“Letak Keraton Selagangga ada di sebrang makam yang kini dijadikan Museum juga,” ujar Hanif, Kamis (8/6/2023).

Museum yang terletak di area Keraton Selagangga dinamai Museum Galuh Pakuan dan diresmikan Wakil Gubernur Jawa Barat pada Tahun 2010.

“Awalnya museum ada di area pemakaman dan rumah penduduk, namun dipindahkan ke tempat yang sekarang disebabkan tempat awal terkena Gempa Tektonik yang terjadi akhir Tahun 2009, sehingga keamanannya menjadi rawan,” ucapnya

Pada tahun 1970, area pemakaman dikelola oleh Yayasan Sirnayasa, kemudian pada tahun 1994 berubah nama menjadi Yayasan Kusumadiningrat. Sementara area keraton jatuh ke pewaris terakhir yang bernama R Gurdi Kusumawinata.

Sementara mengenai hubungan antara Yayasan Kusumadiningrat (Area Pemakaman Jambansari) dengan Yayasan Kusumawinata (Area Keraton) dikatakan Hanif, dahulu Keraton Selagangga dipakai Rumah Tinggal RAA Kusumadiningrat sekaligus dijadikan tempat kerja.

“RAA Kusumadiningrat dia penerusnya RAA Kusumasubrata 1886-1914 dan dia adalah pewaris raja terakhir,” jelasnya

Namun karena putra dari RAA Kusumasubrata tidak bersedia melanjutkan tradisi Raja atau Bupati, sebab tidak terlalu aktif di budaya dan sudah lanjut usia, sehingga penerus tradisi budaya dia mendelegasikan kepada Rd Rasich Hanif Radinal.

Hanif adalah generasi ke-4 dari R Gurdi Kusumawinata yang paling aktif di ranah budaya, dan dia dipercaya untuk memegang kedua yayasan tersebut yaitu Yayasan Kusumawinata dan Yayasan Kusumadiningrat.***

Penulis : Kayan